What are religion and faith means to you? In the middle of this liberalism era, is it a restriction or a blessing?
Saya seorang perempuan yang tumbuh besar dan dididik dalam keluarga yang sangat mengimani iman Kristen, and I'm really grateful for that. Dari iman ini, saya bukan cuma belajar soal dosa dan menyenangkan hati Tuhan, apa yang boleh dan tidak boleh, tapi juga soal ketekunan, ketaatan, pengharapan, dan bagaimana caranya menjadi sesosok wanita kuat yang hopefully nantinya bisa berguna untuk dunia.
Saya selalu yakin bahwa konsep ketuhanan yang saya hidupi ini adalah baik adanya, it gives me strength in hard times, hopes in distress, and makes me always feel loved. But I'm far far far away from perfect on this issue. Often, I lost my sight and stop looking for His way. Jadi seonggok manusia egois yang cuma mau ikuti insting dan kemauan temporer, repeatedly fall over again in the same, what society considers as a, sin. As a mistake, a big no, which is, interfaith relationship, or being together with someone who does not share the same faith with me.
kalau mau duga-duga, ah post ini palingan isinya mau ngekomplain kenapa sih gak boleh jalan sama orang yang beda keyakinan, no I'm not going to do that, atau post ini mau menjustifikasi interfaith relationship itu tidak apa-apa, no, I'm not going to do that also.
It's a big decision, fyi. Born and raised in a Christian family, went to Catholic school for 14 years, taught to read the bible everyday, and having the idea sharing my live with someone who even does not know the difference between christmas and easter, really grinds my gears at the first time.
"Ni, kan udah tau gelap dan terang ngga akan bisa bersatu", iya tahu kok ada di Alkitab.
"Nabrak tiang mulu lu Ni, serius kenapa"
"Ni, alasan kenapa lebih baik sama yang seiman kan biar saat menghadapi masa sulit, seenganya kalian punya based value dalam pengambilan keputusan yang sama. Ketika bergembira pun bisa berdoa dan bersyukur dengan cara yang sama pula", iya bener kok aku setuju.
"Ni seenganya biar kalau mau makan bisa doa bareng gitu kalo engga ada yang nemenin ke gereja".
I struggled with this interfaith issue, prayed, cried, discussing this matters with lots of people, asked for forgiveness, and so on. Feeling guilty, sometimes ashamed. When I decide to be with someone, whose people said are not sent by Him, I think I distrust, questioning, and doubting God's plan. Am I?
But in a parallel way, berjalan dengan mereka yang orang bilang sebuah kesalahan ini, saya makin merasa dicintai Tuhan, proven that my Father loves His children. Mau tahu kenapa?
1. It's like Tuhanku selalu kirim kekuatan dengan cara mengirimkan orang yang tepat di masa sulit (if this sounds so stupid and I'm justifying my self, maap ya, iman saya emang pas-pasan. Tapi kalo kata Alkitab, iman sebutir pun dahsyat!). Tapi beneran lho gak bohong, saya ketemu partner-partner hebat ini memang di periode-periode berat, dan mereka yang through thick and thin jadi moral supporter. Saya bersyukur sekali pernah (dan masih ditemani) berjalan oleh mereka ini.
2. Kalau boleh jujur, saya selalu berdoa biar kalau memang relationship ini bukan yang Tuhan kehendaki, biarkan berakhir dan bukan karena masalah beda agama. Percaya atau tidak, doa saya selalu terjawab. Relasi-relasi ini selalu berakhir karena perkara lain, yang jelas-jelas sangat emphasizing kalau "He, Nia, partnermu yang satu ini bukan rencanaKu buat mu, dah ya nih dah Saya tunjukkin gak cocoknya kalian, bubaran aja". And once again, I'm always grateful that God answers me in this way.
3. Satu yang paling menohok, saya jadi sadar betapa Bapaku ini tidak pernah menyerah memanggil kembali anak-anakNya. God never gives up on me. And how on earth you can ask that from another people? because in any way, we will -or at least we wants- to give up on each other eventually. Teladan ini kemudian mengajar saya untuk turut tidak mudah menyerah menghadapi orang lain, karena Dia pun begitu kepada saya.
Bodoh kah saya kalau berpikir melalui interfaith experience ini adalah cara Tuhan untuk mendidik, membuat saya lebih kenal, dan dekat padaNya?
Ini 2017, orang bilang. Agama mu urusan mu, selama kalian tidak menganggap perbedaan sebagai masalah, why bothers? lanjut aja.
Satu yang saya yakin, bahwa standar moralitas kebenaran Tuhan akan selalu sama walaupun tahun, dekade, abad, berganti. Ya kalo seiring tahun terus standarnya geser, berarti bukan standar dong namanya?.
Indonesia menganggap interfaith sebagai sesuatu yang salah, tapi konsep ini sudah ditinggalkan belasan bahkan puluhan tahun yang lalu oleh negara-negara lain. Apakah 50 tahun lagi LGBT yang sekarang masih sangat tabu di negara ini akan jadi hal yang biasa-biasa saja?
Coba cabut deh itu UU yang stating kalau beda agama tidak boleh menikah di Indonesia, tunggu reaksi masyarakat, lalu akan ada berapa ribu pasangan yang keluar ke catatan sipil dan tidak ke KUA atau minta surat lagi ke gereja?
Banyak kok pasangan yang make it to the top, despite of their differences. Gak jauh-jauh, I saw this interfaith example in my own family, it works, for decades, tetap bisa mempraktekan dan memuliakan Tuhan dengan caranya sendiri-sendiri. It was hard and painful, but they did not give up on each other.
Sedih kalau harus merasakan posisi agama sebagai pencipta restriksi. Apalagi melihat masyarakat yang karena tidak suka dengan berbagai batasan ini, mulai berpikir bahwa agama itu omong kosong, bikin kacau, bikin sulit, dan akhirnya kehilangan esensi dari beriman itu sendiri. Seringkali ingin mempertanyakan kenapa tidak boleh, tapi sebenarnya tahu itu given dan pasti punya maksud.
So, my fellow interfaith experiencer, I guess what we can do is just keep listening to our God, keep up the faith, embrace the love, and always be rational. Percaya deh, kalau mau berat sebelah dan tidak dengar-dengaran dengan iman mu dan realita, kamu bisa saja ciptakan ratusan alasan untuk bodo amat dan gas terus maksain. At this point, it will no longer makes you happy and cherishing life..
Maaf kalau tulisan ini sangat abstain, tambah bikin bingung sesama penabrak tiang. Saya embrace ini perjalanan saya menemukan destinasi hidup with all its chaotic madness.
Maaf kalau tulisan ini sangat abstain, tambah bikin bingung sesama penabrak tiang. Saya embrace ini perjalanan saya menemukan destinasi hidup with all its chaotic madness.
Give our best in every steps, let go when we have to. Be strong, dear people :)